Apa itu Ariyah? Ketahui Definisi, Dasar Hukum, Rukun, Jenis, dan Contoh Praktiknya dalam Kehidupan Sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari, Anda mungkin sering dihadapkan pada situasi di mana Anda meminjamkan atau meminjam barang dari orang lain. Konsep pinjam-meminjam ini dalam Islam dikenal dengan istilah ariyah.
Ariyah adalah salah satu bentuk interaksi sosial yang sangat dianjurkan dalam Islam, karena mengajarkan kita untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain tanpa mengharapkan imbalan. Praktik ini bukan hanya sekadar transaksi peminjaman, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai tolong-menolong dan solidaritas dalam masyarakat.
Namun, seperti halnya konsep lainnya dalam hukum Islam, ariyah memiliki aturan dan ketentuan yang jelas. Hal ini mencakup dasar hukum, variasi hukum, rukun, jenis-jenis, dan contoh praktiknya dalam kehidupan sehari-hari. Memahami semua aspek ini penting agar kita dapat mempraktikkan ariyah dengan benar dan sesuai dengan ajaran Islam.
Artikel ini akan membahas secara mendalam apa itu ariyah, dasar hukumnya, variasi hukumnya, rukun yang harus dipenuhi, jenis-jenis ariyah, serta contoh praktisnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pemahaman yang komprehensif, Anda akan lebih mampu menerapkan konsep ariyah dengan baik dalam interaksi sosial sehari-hari.
Apa Itu Ariyah?
Ariyah, dalam konteks hukum Islam, adalah akad di mana seseorang memberikan manfaat dari suatu barang kepada orang lain tanpa adanya imbalan, dan barang tersebut harus dikembalikan dalam keadaan utuh setelah digunakan. Secara linguistik, kata "ariyah" berasal dari akar kata a-‘ara yu’iru i’arah, yang berarti meminjamkan sesuatu atau mengalihkan penggunaan suatu barang dari pemiliknya kepada orang lain.
Empat mazhab dalam fikih Islam memberikan definisi yang sedikit berbeda namun intinya sama mengenai ariyah:
-
Mazhab Hanafiyah mendefinisikan ariyah sebagai tindakan memberikan manfaat dari suatu hal kepada orang lain tanpa mengharapkan ganti rugi.
-
Mazhab Malikiyah menyebut ariyah sebagai tindakan memberikan berbagai manfaat dari suatu barang kepada orang lain tanpa ada ganti rugi.
-
Mazhab Syafi’iyah mendefinisikan ariyah sebagai izin untuk mengambil manfaat dari suatu barang dengan syarat barang tersebut tetap utuh sehingga dapat dikembalikan.
-
Mazhab Hanabilah menjelaskan ariyah sebagai tindakan membolehkan orang lain mengambil manfaat dari barang yang merupakan bagian dari harta kekayaan.
Selain itu, Ibnu Katsir menyatakan bahwa ariyah adalah bagian dari tolong-menolong, yang merupakan amal kebaikan dalam Islam. Hukum tolong-menolong ini adalah sunah, dan Allah SWT mencela orang-orang yang enggan untuk saling membantu.
Dasar Hukum Praktik Ariyah
Dasar hukum praktik ariyah dalam Islam didasarkan pada ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis. Kedua sumber utama hukum Islam ini memberikan landasan yang jelas mengenai pentingnya tolong-menolong dan pinjam-meminjam dalam kehidupan sehari-hari.
Al-Qur’an
Al-Qur’an menekankan pentingnya sikap tolong-menolong dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu ayat yang sering dijadikan rujukan dalam konteks ariyah adalah Surat Al-Maidah ayat 2. Pada surat ini Allah SWT berfirman:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya." (QS. Al-Maidah [5]: 2)
Ayat ini secara jelas menginstruksikan umat Islam untuk saling membantu dalam melakukan kebaikan dan ketakwaan. Pinjam-meminjam dalam bentuk ariyah termasuk dalam kategori ini karena bertujuan untuk membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan. Dengan meminjamkan barang kepada orang lain, kita dapat membantu mereka memenuhi kebutuhan mereka sementara tanpa harus membeli barang baru.
Hadis
Hadis Nabi Muhammad SAW juga memberikan panduan yang jelas tentang praktik ariyah. Salah satu hadis yang relevan diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Pinjaman itu wajib dikembalikan dan orang-orang yang menanggung sesuatu harus membayar dan utang harus ditunaikan." (HR. At-Tirmizi)
Hadis ini menekankan kewajiban mengembalikan barang yang dipinjam. Prinsip ini penting dalam praktik ariyah karena menjaga kepercayaan dan tanggung jawab antara peminjam dan pemberi pinjaman.
Selain itu, dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Shafwan bin Umayyah, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah meminjam perisai dari Shafwan bin Umayyah saat perang Hunain. Shafwan bertanya: "Apakah Engkau merampasnya wahai Muhammad?" Nabi SAW menjawab: "Cuma meminjam dan aku yang bertanggung jawab."
Dari hadis ini, kita bisa melihat bahwa bahkan Rasulullah SAW sendiri mempraktikkan ariyah dan menekankan pentingnya tanggung jawab dalam meminjam barang orang lain.
Variasi Hukum Ariyah
Dalam hukum Islam, ariyah atau pinjam-meminjam memiliki variasi hukum yang tergantung pada situasi dan tujuan peminjamannya. Berikut adalah penjelasan mengenai variasi hukum ariyah berdasarkan syariat Islam:
1. Mubah
Hukum asal dari ariyah adalah mubah, yang berarti diperbolehkan. Ini berlaku dalam kondisi normal di mana pinjam-meminjam dilakukan tanpa ada kondisi khusus yang mengharuskan atau melarangnya. Misalnya, Anda meminjamkan sepeda kepada tetangga Anda untuk dipakai berolahraga. Selama tidak ada faktor lain yang memengaruhi, tindakan ini adalah mubah.
2. Sunah
Ariyah menjadi sunah ketika pinjam-meminjam dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang penting namun tidak mendesak. Misalnya, meminjamkan buku pelajaran kepada teman yang sedang belajar untuk ujian, atau meminjamkan peralatan dapur kepada tetangga yang membutuhkan untuk acara tertentu. Dalam kasus ini, tindakan pinjam-meminjam dianjurkan karena membantu orang lain dalam memenuhi kebutuhannya dan ini adalah perbuatan baik yang disukai oleh Allah.
3. Wajib
Pinjam-meminjam menjadi wajib jika terdapat kebutuhan yang sangat mendesak dan tidak ada cara lain untuk memenuhinya selain meminjam. Contohnya, seseorang yang meminjamkan pakaian untuk salat wajib kepada orang lain yang tidak memiliki pakaian yang bersih atau layak. Dalam situasi seperti ini, memberikan pinjaman adalah wajib karena mencegah orang lain meninggalkan kewajiban agamanya, yaitu salat, yang tidak bisa ditinggalkan.
4. Haram
Pinjam-meminjam menjadi haram ketika barang yang dipinjamkan digunakan untuk perbuatan maksiat atau dosa. Misalnya, meminjamkan kendaraan kepada seseorang yang akan menggunakannya untuk melakukan pencurian, atau meminjamkan uang yang akan digunakan untuk berjudi. Dalam situasi ini, pinjam-meminjam dilarang karena mendukung atau memfasilitasi tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Rukun Ariyah
Rukun ariyah merupakan unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah transaksi pinjam-meminjam agar sah menurut syariat Islam. Terdapat tiga unsur utama dalam rukun ariyah, yaitu:
1. Mu’ir
Mu’ir adalah pihak yang memberikan pinjaman atau mengizinkan penggunaan barang kepada peminjam. Untuk memenuhi syarat menjadi mu’ir, seseorang harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain:
-
Ahli al-Tabarru: Artinya, seseorang memiliki hak penuh untuk memberikan izin atas pemanfaatan barang. Ini berarti bahwa mu’ir harus memiliki hak kepemilikan atau kewenangan atas barang yang akan dipinjamkan.
-
Mukhtar: Mu’ir harus melakukan tindakan memberikan izin atau pinjaman secara sukarela tanpa paksaan dari pihak lain. Ini berarti bahwa transaksi pinjam-meminjam harus dilakukan atas dasar kesepakatan dan kehendak penuh dari mu’ir, bukan karena tekanan atau paksaan dari pihak lain.
2. Mutsa’ir
Mutsa’ir adalah pihak yang meminjam barang atau orang yang diberi izin untuk menggunakan barang tersebut. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh mutsa’ir antara lain:
-
Sah mendapat hak penggunaan barang setelah melalui akad tabarru’: Mutsa’ir hanya dianggap sah jika telah melalui proses akad tabarru’ yang merupakan perjanjian atau kesepakatan untuk meminjam barang.
-
Mua’yan: Artinya, identitas mutsa’ir harus jelas dan teridentifikasi dengan baik. Hal ini diperlukan untuk mencegah kemungkinan hilangnya barang atau penggunaannya yang tidak bertanggung jawab.
3. Mu’ar
Mu’ar adalah barang yang dipinjamkan dalam transaksi ariyah. Barang yang dipinjamkan harus memenuhi beberapa syarat agar transaksi ariyah dapat dilakukan dengan sah, antara lain:
-
Berpotensi dimanfaatkan: Barang yang dipinjamkan harus memiliki nilai atau manfaat yang dapat dimanfaatkan oleh mutsa’ir. Misalnya, barang tersebut tidak boleh dalam kondisi rusak atau tidak berfungsi.
-
Syar’i: Barang yang dipinjamkan harus halal dan tidak melanggar prinsip-prinsip agama Islam. Jika barang tersebut digunakan untuk melakukan perbuatan dosa atau maksiat, maka transaksi ariyah menjadi tidak sah.
Jenis-Jenis Ariyah
Ariyah, atau pinjam-meminjam, dapat dibagi menjadi dua jenis utama, yaitu ariyah mutlaqah dan ariyah muqayyadah. Berikut penjelasan lebih detail mengenai kedua jenis ariyah ini:
1. Ariyah Mutlaqah
Ariyah mutlaqah merujuk pada transaksi pinjam-meminjam yang tidak dibatasi oleh syarat atau ketentuan tertentu. Dalam ariyah mutlaqah, pihak yang meminjam diberi kebebasan penuh untuk menggunakan barang yang dipinjam sebagaimana yang mereka inginkan, tanpa adanya pembatasan.
Contohnya, seseorang meminjamkan mobil kepada temannya tanpa menyebutkan batasan waktu atau tujuan penggunaannya. Dalam ariyah mutlaqah, pihak yang meminjam memiliki kontrol penuh atas barang yang dipinjam selama periode peminjaman.
2. Ariyah Muqayyadah
Ariyah muqayyadah adalah jenis pinjam-meminjam yang dibatasi atau dikondisikan oleh syarat-syarat tertentu. Dalam ariyah muqayyadah, terdapat batasan-batasan yang ditetapkan terkait dengan waktu, tempat, atau tujuan penggunaan barang yang dipinjam.
Misalnya, seseorang meminjamkan buku kepada temannya dengan persyaratan harus dikembalikan dalam waktu seminggu. Atau seseorang meminjamkan peralatan camping dengan syarat harus digunakan di area perkemahan tertentu.
Dalam ariyah muqayyadah, syarat-syarat yang ditetapkan harus diikuti oleh pihak yang meminjam, dan penggunaan barang harus sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Ini berarti bahwa peminjam memiliki keterbatasan dalam penggunaan barang yang dipinjam, sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Contoh Praktik Ariyah dalam Kehidupan Sehari-hari
Ariyah, atau pinjam-meminjam, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh praktik ariyah yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari:
1. Peminjaman Buku di Perpustakaan
Saat seseorang meminjam buku di perpustakaan, itu merupakan contoh praktik ariyah. Peminjam diberi izin untuk menggunakan buku tersebut selama jangka waktu tertentu tanpa membayar, namun harus mengembalikannya dalam kondisi baik.
2. Peminjaman Peralatan di Taman Bermain
Di taman bermain, seringkali terdapat fasilitas peminjaman peralatan seperti bola, sepeda, atau alat olahraga lainnya. Pengunjung diberi izin untuk menggunakan peralatan tersebut selama kunjungan mereka ke taman bermain, namun harus mengembalikannya setelah digunakan.
3. Peminjaman Peralatan Rumah Tangga
Seringkali, orang meminjamkan atau meminjam peralatan rumah tangga seperti alat kebersihan, alat memasak, atau peralatan lainnya kepada tetangga atau teman untuk keperluan sementara. Ini adalah contoh praktik ariyah di mana pemilik memberikan izin kepada orang lain untuk menggunakan barang-barang mereka tanpa harus membelinya.
Dalam kesimpulan, dapat disimpulkan bahwa ariyah, atau pinjam-meminjam, merupakan praktik yang diatur oleh prinsip-prinsip Islam dan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Dengan memahami konsep ariyah secara mendalam, kita dapat menjalankan transaksi pinjam-meminjam dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Jika Anda ingin lebih mendalami informasi seputar ekonomi Syariah, Anda dapat mengunjungi Sharia Knowledge Centre (SKC) oleh Prudential Syariah. SKC adalah kanal informasi, inovasi, dan kolaborasi yang akan membantu Anda menjalani transaksi keuangan dengan prinsip-prinsip Syariah yang benar dan berkelanjutan.
Sharia Knowledge Centre (SKC) sendiri merupakan platform bagi para penggiat ekonomi Syariah untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan Syariah sekaligus bergotong-royong memajukan ekonomi Syariah dan menjadikan Indonesia sebagai pusat perkembangan ekonomi Syariah global.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Sharia Knowledge Centre (SKC) bekerja sama dengan berbagai pemain industri ekonomi Syariah melalui berbagai program kemitraan strategis. Anda bisa mendapatkan informasi seputar edukasi Syariah dan kumpulan fatwa dalam ekonomi Syariah dengan mengunjungi Prudential Syariah Sharia Knowledge Centre (SKC).