What can we help you with?
Cancel
Gharar

Apa Itu Gharar? Mengenal Pengertian, Jenis dan Contohnya

Apa itu gharar sesuai Syariah? Istilah gharar banyak ditemukan dalam ekonomi syariah, khususnya pada proses jual beli suatu barang.

Melalui hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah melarang tindakan jual beli gharar:

“Rasulullah melarang jual beli Al-Hashah dan beli gharar.” (HR. Muslim, Kitab Al-Buyu, BAB: Buthlaan Bai Al-Hashah wal Bai Alladzi Fihi Gharar no. 1513).

Agar tidak terjebak jual beli gharar, mari kita simak pembahasan lengkap mengenai gharar berikut ini.

Definisi Gharar dan Bentuk-Bentuknya

Dalam bahasa Arab, gharar memiliki arti Al-Khatr (pertaruhan). Syaikh As-Sadi menyebutkan bahwa gharar juga dapat diartikan sebagai Al-Mikhatharah (pertaruhan) dan Al-Jahalah (ketidakjelasan).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli gharar adalah jual beli yang tidak pasti, tidak jelas, dan mengandung perjudian. Jual beli gharar diharamkan karena terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara yang bathil (tidak terbuka dan merugikan salah satu pihak).

Hal ini juga dicantumkan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa [4] ayat 29. Secara garis besar, surat ini menjelaskan tentang larangan saling memakan harta seseorang melalui cara yang bathil.

Melalui penjabaran di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa praktik jual beli gharar merupakan pelanggaran dalam prinsip Syariah. Oleh karena itu, kita perlu mengatasinya dengan mengetahui macam-macam bentuk gharar dan contoh kasusnya dalam transaksi ekonomi. Simak penjelasannya berikut ini.

1. Membeli Barang yang Belum Berwujud

Salah satu bentuk jual beli yang mengandung gharar yaitu jual beli barang yang belum ada (ma’dum). Salah satu bentuk Ma’dum adalah jual beli Habal Al Habalah (janin hewan ternak) dalam bentuk mudhamin (masih di dalam tubuh jantan) atau malaqih (masih di dalam tubuh betina).

Contohya yaitu jual beli susu yang belum diperah, janin dalam perut betina, atau wol yang masih menyatu di kulit hewan.

2. Tidak Jelas Sifatnya

Kegiatan transaksi jual beli merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menguntungkan kedua belah pihak (penjual dan pembeli), disertai dengan kejelasan informasi terhadap barang tersebut. Maka dari itu, dalam transaksi harus tertera berbagai sifat barang yang akan dijual atau dibeli.

Jika tidak memiliki kejelasan, maka transaksi tersebut termasuk dalam kategori gharar. Contoh sederhananya, ketika ada penjual yang menjual anak sapi yang masih berada dalam kandungan yang belum jelas sifat dan bentuknya ketika nanti lahir. .Penjual dan pembeli tidak tahu mangga tersebut manis atau tidak.

3. Tidak Jelas Harganya

Pada bentuk ini, unsur gharar ada pada nominal harga objek transaksi. Contohnya, hari ini sebuah jaket dijual dengan harga 1 juta rupiah apabila dibayar lunas. Jika dibeli esok hari, harganya naik menjadi 1.5 juta rupiah. Namun, jika kita membayar dengan sistem angsuran, nominal totalnya menjadi 2 juta rupiah.

Ketidakjelasan tersebut diakibatkan oleh perbedaan dalam cara pembayaran dan kapan transaksi dilakukan.

4. Tidak Dapat Diserahterimakan

Unsur gharar pada jual beli ini ada pada keberadaan objek transaksi. Walaupun kedua pihak mengetahui wujud benda yang akan diserahkan, unsur gharar akan berlaku jika pada saat akad dilakukan, penjual tidak sedang membawa barang tersebut.

Selain itu, penjual juga tidak mengetahui kapan dia bisa menyerahkan barang tersebut kepada pembeli. Contohnya, jual beli mobil yang sedang tidak dikuasai pemiliknya karena dicuri.

Baca JugaFatwa: Pengertian dan Pentingnya Mengikuti Fatwa dalam Kehidupan Muslim di Zaman Kontemporer

Hukum Gharar dalam Islam

Gharar mengandung ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari syariah transaksi yang tidak terpenuhi. Dampaknya adalah penzaliman atas salah satu pihak yang bertransaksi, sehingga secara umum gharar dilarang dalam Islam.

Adapun pandangan para Ulama tentang gharar adalah sebagai berikut:

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa larangan terhadap transaksi yang mengandung unsur gharar didasarkan kepada larangan Allah S.W.T atas pengambilan harta hak milik orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah bertumpu kepada firman Allah, yaitu:

“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 188)

Baca JugaAkad Ijarah dalam Ekonomi Islam: Pengertian dan Prinsip Dasarnya

Dampak Gharar terhadap Ekonomi dan Masyarakat

Gharar dapat mempengaruhi ekonomi dan masyarakat secara signifikan. Salah satu dampak tersebut adalah terjadinya ketidakpastian dalam transaksi, yang dapat menimbulkan risiko bagi para pelaku ekonomi. Risiko ini berdampak pada harga barang dan jasa, sehingga dapat mempengaruhi ketersediaan dan permintaan di pasar.

Jika dilihat dari aspek masyarakat, dampak gharar dapat menciptakan ketidakadilan dan ketidakseimbangan ekonomi. Transaksi yang penuh dengan gharar dapat menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lainnya, sehingga karena ketidakjelasannya, juga dapat mengakibatkan salah satu pihak merasa tertipu.

Selain itu, gharar juga dapat mengurangi kepercayaan dan kestabilan dalam sistem keuangan dan perbankan. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengganggu kegiatan bisnis dan investasi.

Baca JugaAkad Wakalah: Pengertian, Tujuan, Syarat, Jenis, dan Contohnya

Contoh Jual Beli Gharar dalam Islam

Untuk memahami lebih dalam mengenai konsep Gharar dalam ekonomi syariah, alangkah baiknya Anda juga mengetahui contoh-contoh gharar dalam kegiatan ekonomi Syariah. Berikut contoh-contohnya.

1. Jual Beli dengan Penentuan Harga yang Tidak Jelas

Gharar terjadi ketika harga suatu barang atau jasa tidak ditetapkan dengan jelas dalam sebuah transaksi yang dapat Anda temui adalah jual beli gharar. Misalnya, dalam kontrak jual beli benda produk atau jasa tersebut, jika harga tidak ditentukan atau disepakati secara pasti, maka akan ada ketidakjelasan tentang nilai transaksi. Keadaan ini dapat menyebabkan salah satu pihak merasa dirugikan karena harga yang tidak jelas dan tidak terdefinisi dengan baik.

2. Penentuan Kualitas Barang yang Tidak Jelas

Gharar juga dapat terjadi ketika kualitas suatu barang atau jasa tidak jelas dalam transaksi. Sebagai contoh, jika penjual tidak memberikan informasi yang jelas tentang kualitas barang yang dijual, pembeli akan menghadapi ketidakpastian mengenai produk yang akan diterima. Hal ini dapat menyebabkan pembeli merasa tidak puas dengan kualitas produk yang tidak sesuai harapan.

3. Adanya Penangguhan dalam Penyerahan Barang atau Jasa

Dalam hal ini, Gharar juga dapat terjadi ketika penyerahan barang atau jasa ditangguhkan tanpa alasan yang jelas. Sebagai contoh, dalam transaksi jual beli, jika penyerahan barang ditangguhkan tanpa alasan yang sah, maka akan muncul ketidakpastian tentang waktu dan kondisi penyerahan. Hal ini dilarang dalam ekonomo syariah dikarenakan dapat menyebabkan salah satu pihak menjadi tidak sabar atau merasa dirugikan.

4. Transaksi Berdasarkan Perjudian atau Spekulasi

Gharar juga mencakup pada transaksi yang berdasarkan perjudian atau spekulasi yang tinggi. Transaksi semacam ini tidak memiliki dasar yang jelas dan dapat menyebabkan ketidakadilan. Sebagai contoh, transaksi berdasarkan perjudian atau spekulasi saham dapat menyebabkan salah satu pihak kehilangan banyak uang secara tidak adil.

5. Transaksi yang Melibatkan Risiko yang Tidak Dapat Dikelola

Gharar juga bisa terjadi apabila suatu transaksi melibatkan risiko yang tidak dapat dikelola atau dipahami dengan baik oleh salah satu pihak. Misalnya, jika risiko dalam suatu investasi tidak dapat diidentifikasi atau dikelola dengan baik, transaksi tersebut dapat dianggap sebagai gharar. Hal ini dapat menyebabkan salah satu pihak mengalami kerugian yang tidak sebanding dengan manfaat yang diharapkan.

Cara Menghindari Gharar

Gharar dapat dihindari apabila melakukan hal-hal berikut:

1. Menentukan Rincian Transaksi dengan Jelas

Pastikan bahwa semua elemen transaksi, seperti harga, kualitas barang atau jasa, waktu dan kondisi penyerahan, serta segala ketentuan lainnya, ditentukan dengan jelas dan tegas. Dalam kontrak atau perjanjian, seluruh rincian transaksi harus disepakati secara terperinci oleh kedua belah pihak agar tidak ada ruang bagi ketidakpastian atau ketidakjelasan.

2. Penyampaian Informasi yang Akurat dan Transparan

Sebelum melakukan transaksi, pastikan bahwa pihak lain telah memberikan semua informasi yang diperlukan secara transparan. Pastikan Anda juga memiliki pengetahuan yang memadai tentang barang atau jasa yang akan dibeli, termasuk kualitas, harga pasar, dan risiko yang terlibat. Dengan memiliki informasi yang akurat dan transparan, Anda dapat menghindari terjebak dalam situasi gharar.

3. Menggunakan Instrumen Keuangan Syariah

Dalam beberapa transaksi, terutama di sektor keuangan, penggunaan instrumen keuangan syariah dapat membantu menghindari gharar. Instrumen keuangan syariah dirancang untuk mengikuti prinsip-prinsip ekonomi syariah yang menekankan ketidakjelasan dan ketidakpastian dalam transaksi. Contoh dari instrumen keuangan syariah termasuk investasi berbasis mudharabah, musyarakah, atau murabahah yang memiliki struktur transaksi yang jelas dan sesuai dengan nilai-nilai syariah. Hal ini dilakukan untuk dapat kelola keuangan lebih nyaman dengan prinsip syariah.

Situasi yang Diperbolehkan untuk Melakukan Gharar

Gharar diperbolehkan pada beberapa situasi khusus, sebagai berikut:

1. Adanya Hajat

Hajat pada gharar artinya terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan transaksi yang mengandung ketidakjelasan. Contohnya adalah iuran jaminan kesehatan. Walaupun pembayar iuran belum tentu mengalami sakit, tetapi hajat ini merupakan kebutuhan penting di kemudian hari.

2. Gharar dalam Akad Tabarru’

Akad tabarru’ merujuk pada akad yang dilakukan dengan tujuan kegiatan sosial atau tolong-menolong. Salah satu contohnya adalah pemberian sumbangan melalui kotak kardus. Pada sumbangan tersebut ada ketidakjelasan objek yang diserahkan, tetapi penerima tidak merasa dirugikan secara materiil. Oleh karena itu Islam memperbolehkannya.

2. Gharar Bukan dalam Inti Objek Akad

Kegiatan gharar yang dilakukan bukan sebagai objek inti akad diperbolehkan dalam Islam, karena gharar tersebut hanya terletak pada pelengkapnya. Contohnya adalah jual beli pohon berbuah. Apabila yang menjadi objek transaksi adalah pohon, maka ada atau tidaknya buah pada pohon tersebut, bukan merupakan gharar.

Dengan memahami konsep gharar, kita menjadi lebih peka terhadap semua bentuk transaksi yang kita lakukan. Pastikan kegiatan jual beli tetap berpegang teguh kepada unsur kejelasan, transparansi, jujur, dan adil, sehingga transaksi berjalan dengan lancar dan menguntungkan pihak penjual, maupun pembeli.

Agar kegiatan jual beli yang Anda lakukan tetap mengacu pada konsep gharar, Anda dapat mencari informasi di Sharia Knowledge Centre (SKC) dari Prudential Syariah yang merupakan kanal informasi, inovasi, dan kolaborasi seputar ekonomi syariah.

Sharia Knowledge Centre (SKC) sendiri bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah sekaligus bergotong-royong memajukan ekonomi syariah dan menjadikan Indonesia sebagai pusat perkembangan ekonomi syariah global.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Sharia Knowledge Centre (SKC) bekerja sama dengan esegenap pemain industri ekonomi syariah melalui berbagai program kemitraan strategis. Anda bisa mendapatkan informasi seputar edukasi syariah dengan mengunjungi Sharia Knowledge Centre (SKC). Cek website kami sekarang juga untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang apa itu gharar dan informasi lainnya mengenai ekonomi syariah.