What can we help you with?
Cancel
Mudharabah

Fatwa Lembaga Keuangan Syariah DSN MUI tentang Mudharabah: Landasan Hukum bagi Kerja Sama Usaha dalam Islam

Akad mudharabah merupakan salah satu bentuk kerja sama yang sangat umum dalam sistem ekonomi syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai mudharabah memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana transaksi ini seharusnya dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai fatwa DSN MUI tentang mudharabah dan bagaimana hal ini menjadi landasan hukum bagi kerja sama usaha dalam Islam.

Sekilas Mengenai Akad Mudharabah

Akad mudharabah (atau qiradh) adalah suatu bentuk kerja sama antara dua pihak, yakni penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola usaha (nasabah). Dalam akad ini, penyedia dana memberikan modal untuk suatu usaha, sementara pengelola usaha bertanggung jawab atas pengelolaan dan operasional usaha tersebut.

Keuntungan dari usaha tersebut akan dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, sedangkan kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh penyedia dana, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan disengaja dari pihak pengelola usaha.

Akad mudharabah ini telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan diterima secara luas dalam praktik ekonomi Islam, baik oleh individu, perusahaan, maupun lembaga keuangan. Fatwa DSN MUI tentang mudharabah menjadi pedoman untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip syariah diterapkan dengan benar dalam setiap transaksi mudharabah.

Baca Juga: Perbedaan Ta' Zir dan Ta' Widh atau Denda dan Ganti Rugi Menurut Fatwa DSN-MUI

Dasar Hukum Fatwa DSN MUI Tentang Mudharabah

Fatwa DSN MUI tentang mudharabah tidak terlepas dari dua sumber utama dalam hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Hadis. Berikut di antaranya:

  1. Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di antaramu…” (QS. al-Nisa’ [4]: 29)

  2. Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….” (QS. al-Ma’idah [5]: 1)

  3. “…Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya…” (QS. al-Baqarah [2]: 283)

  4. Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia (mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.” (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).

Baca Juga: Fatwa: Pengertian dan Pentingnya Mengikuti Fatwa dalam Kehidupan Muslim di Zaman Kontemporer

Ketentuan dalam Fatwa DSN MUI tentang Mudharabah

Fatwa DSN MUI tentang mudharabah memberikan berbagai ketentuan yang harus dipatuhi dalam pembiayaan mudharabah. Berikut adalah beberapa ketentuan penting yang harus dipahami:

1. Ketentuan Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan mudharabah adalah bentuk pembiayaan di mana Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menyediakan dana untuk proyek atau usaha yang dijalankan oleh pengusaha (mudharib). Beberapa ketentuan terkait pembiayaan mudharabah antara lain:

  • 100% Pembiayaan dari LKS (shahibul maal): Dalam akad mudharabah, LKS memberikan dana sepenuhnya untuk usaha, dan pengusaha bertanggung jawab dalam pengelolaan usaha tersebut.

  • Pembagian Keuntungan: Keuntungan dari usaha akan dibagi antara LKS dan pengusaha sesuai dengan nisbah yang telah disepakati.

  • Kerugian: Kerugian dalam mudharabah ditanggung oleh LKS, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian atau pelanggaran perjanjian oleh pengusaha.

  • Pembiayaan Tanpa Jaminan: Umumnya, mudharabah tidak memerlukan jaminan, namun LKS dapat meminta jaminan jika dianggap perlu untuk memastikan keberlanjutan usaha.

2. Ketentuan Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah

Dalam fatwa ini, beberapa rukun dan persyaratan juga ditetapkan untuk memastikan bahwa akad mudharabah sesuai dengan syariah, antara lain:

  • Keberadaan Pihak yang Cakap Hukum: Kedua belah pihak, yaitu penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola usaha (mudharib) , harus memiliki kapasitas hukum yang sah untuk bertransaksi.

  • Pernyataan Ijab dan Qabul: Akad mudharabah harus dilakukan dengan pernyataan ijab dan qabul yang jelas dan akad dituangkan secara tertulis.

  • Modal yang Jelas: Modal yang diberikan harus jelas jumlah dan jenisnya, baik berupa uang atau aset yang dinilai dan tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib.

Selain itu, keuntungan yang didapat dari usaha harus dibagi secara proporsional, sesuai dengan bentuk prosentasi (nisbah) yang telah disepakati pada saat akad dilakukan.

Baca Juga: 4 Fatwa DSN-MUI Tentang Asuransi Terbaru yang Perlu Anda Ketahui

Bagaimana Penerapan Pembiayaan Mudharabah pada Bank Syariah?

Penerapan pembiayaan mudharabah pada bank syariah dilakukan dengan mengikuti prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam fatwa DSN MUI. Berikut adalah beberapa langkah penting yang dilakukan oleh bank syariah dalam menerapkan pembiayaan mudharabah:

1. Pemilihan Pengusaha (Mudharib)

Bank syariah akan memilih pengusaha (mudharib) yang memiliki keahlian dan pengalaman yang memadai untuk menjalankan usaha yang dibiayai. Proses seleksi ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengusaha tersebut dapat menjalankan usaha dengan baik dan memperoleh keuntungan.

2. Penentuan Nisbah Keuntungan

Nisbah keuntungan antara bank syariah dan pengusaha akan ditentukan pada saat akad mudharabah dilakukan. Nisbah ini harus disepakati bersama dan harus jelas persentasenya.

3. Pengawasan dan Pembinaan

Bank syariah berperan dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan usaha yang dibiayai. Meskipun tidak terlibat langsung dalam operasional, bank syariah dapat memberikan pembinaan agar usaha berjalan sesuai dengan prinsip syariah.

4. Penanganan Kerugian

Jika terjadi kerugian dalam usaha, maka kerugian tersebut akan ditanggung oleh bank syariah, kecuali jika kerugian disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan disengaja dari pihak pengusaha.

5. Penerapan Sistem Informasi dan Teknologi

Bank syariah seringkali menggunakan sistem informasi dan teknologi untuk memantau perkembangan usaha yang dibiayai. Dengan begitu, mereka dapat memberikan dukungan yang lebih efektif kepada pengusaha.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fatwa DSN MUI tentang mudharabah memberikan pedoman yang jelas dan terstruktur bagi lembaga keuangan syariah dan pengusaha dalam menjalankan akad mudharabah. Penerapan akad mudharabah yang sesuai dengan pedoman ini tidak hanya mendukung keberlanjutan usaha, tetapi juga memastikan keberlanjutan ekonomi syariah yang lebih adil dan transparan.

Jika Anda tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai fatwa-fatwa DSN MUI atau ingin mengakses kumpulan fatwa terkait ekonomi syariah, kunjungi Sharia Knowledge Centre (SKC) oleh Prudential Syariah.

SKC adalah platform yang menyediakan informasi, inovasi, dan kolaborasi untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia. Temukan wawasan lebih lanjut tentang investasi halal dan perlindungan keuangan sesuai dengan prinsip syariah di SKC.